Tuesday, September 27, 2011

Regulasi Penyiaran Indonesia

Isi siaran selalu diatur dalam regulasi penyiaran
  Regulasi penyiaran di Indonesia tercakup dalam tiga UU yakni UU No.40 Tahun 1999 yakni Dewan Pers, UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran dan UU No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi. Sebenarnya, apakah manfaat regulasi penyiaran itu?

  Regulasi penyiaran memiliki tiga peranan atau fungsi penting dalam dunia penyiaran khususnya di Indonesia yaitu yang pertama ialah menghindari bentrok antar gelombang siaran, hal ini bertujuan untuk memberi kenyamanan publik bagi pendengar atau penontonnya. Kedua ialah untuk mengatur isi dari media penyiaran itu agar tidak mengandung unsur SARA dan menyangkut HAM.Terakhir, regulasi ada agar menghindari peristiwa monopoli kepemilikan bagi media siaran.

Berikut adalah beberapa anatomi media penyiaran :

  1. Lembaga atau Institusi penyiaran seperti PT, Group, Yayasan, dll.
  2. Perizinan penyiaran antara legal dan ilegal
  3. Kepemilikan secara perorangan atau badan hukum
  4. Isi atau content seperti comedy, news, sport,dll
  5. Infrastruktur seperti antenam gedung, pemancar internet dan satelit
  6. Organisasi bisnis berkaitan dengan pendapatan, jual saham, iklan dan biaya langganan
  7. SDM atau kelompok profesi seperti wartawan, editor, juru kamera, dll
  8. Pasar atau market area mencakup lokal, nasional, transnasional (lintas negara) dan global
  9. Audien atau khalayak sesuai segmentasi berdasarkan umur, jenis kelamin, dll
  10. Regulator yakni pengatur penyiaran
  Dengan adanya regulasi penyiaran, tenu kehidupan media satu dengan yang lain dengan masyarakat akan terjalin baik dan harmonis. Namun, tetap saja ada media yang melanggar regulasi tersebut dan harus menerima sangsi yang diberikan oleh KPI.

Sumber :
Kelas Kapita Selekta oleh Paulus Widiyanto, Ketua Pansus dan penggagas regulasi penyiaran di Indonesia
Rabu, 21 September 2011





Saturday, September 17, 2011

Jurnalis Warga yang Sebenarnya

  Apa yang terlintas di benak Anda mengenai profesi jurnalis? Mungkin sebagian orang masih menilai, jurnalis hanyalah sebuah profesi bagi mereka yang bekerja di media massa seperti koran dan televisi. Namun, tahukah Anda, masyarakat juga bisa menjadi jurnalis? Ya. Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi dan keterbukaan akses informasi dari masyarakat kepada media massa, kini seorang ibu rumah tangga pun bisa menjadi seorang jurnalis. Hal ini biasa dikenal dengan citizen journalist atau jurnalis warga.

  Contoh nyata ialah interaksi interaktif yang disediakan oleh radio, televisi maupun internet. Seorang warga bisa melaporkan keadaan lalu lintas di Jalan Sudirman kepada stasiun radio yang menerima laporan itu. Selain itu, kini  kita dapat memberi komentar pada informasi yang disampaikan oleh situs berita online dengan mudah dan cepat. 

  Beberapa waktu lalu, kita tentu masih teringat akan gelombang tsunami yang melanda negeri sakura yakni Jepang. Selama bencana ini berlangsung, banyak warga Jepang yang merekam bagaimana hebatnya gempa menggoncangkan perkantoran dan pasar swalayan yang ada. Berbekal video camera  dari ponsel atau handy cam, warga bisa menjadi jurnalis yang melaporkan informasi penting melalui video yang berhasil diliputnya. Stasiun televisi pun membuka tangan lebar-lebar untuk menerima video detik-detik tsunami dan gempa yang melanda Jepang itu. 

  Namun, kini yang menjadi masalahnya ialah masih ada batasan yang tidak jelas antar ruang publik dan ruang pribadi khususnya di dunia maya. Memberi informasi di blog, facebook, twitter sebenarnya belum mampu disebut sebagai jurnalis warga karena informasi yang disampaikan itu harus memenuhi nilai-nilai berita khususnya akurasi dan keberimbangan. Kini, banyak kasus pemberitaan yang tidak berimbang dan cenderung menghakimi yang notabene berada di dunia maya.

Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  1. Media = ruang publik sosial + Kode Etik Jurnalistik
  2. Jurnalis bukanlah profesi sembarangan yang dapat dilakukan serampangan
  3. Berita beda dengan infosatu sisi, gosip atau syakwasangka (pendugaan)
  Perlu dibedakan juga mengenai media online seperti situs berita online dan ruang diskusi online seperti Twitter, Blog dan Facebook yang mana ruang diskusi di internet tidak bisa dijadikan sebagai media jurnalis warga. Kini, tengah dibicarakan mengenai Kode Etik Jurnalisme Warga dan Kode Etik Media Online agar terlihat jelas rambu-rambu untuk menjadi jurnalis warga yang informatif.

"Citizen Journalism  penting dan mendesak untuk dipraktekan, namun mutlak memenuhi etika dan kehati-hatian."

Sumber :
Kelas Kapita Selekta oleh Agus Sudibyo, Dewan Pers mengenai "Citizen Journalism, antara Kebutuhan dan Problem"
Rabu, 14 September 2011


Monday, September 12, 2011

Perempuan dalam Media

Oleh : Lindayani/ 915080074

  Keberadaan perempuan sudah semakin telihat menghiasi media di Indonesia. Mulai dari cetak maupun elektronik, perempuan selalu ada di dalamnya. Hal ini membuat peran perempuan seakan tidak terlepas dari media. Namun bagaimanakah fenomena keberadaan perempuan dalam media itu sendiri? 

  Jika kita perhatikan industri media masa kini, perempuan selalu mendapat tempat dan terlibat di dalamnya. Mulai dari iklan, model di majalah, pemain sinetron dan penyiar radio. Namun dibalik "keeksisan" perempuan terdapat beberapa fenomena positif dan negatif yang dapat kita perhatikan dengan seksama.

Peran positif perempuan dalam media:

Perempuan menjadi duta negara

  1. Peranan perempuan di sektor publik. Perempuan yang terlihat di media, kini sudah muncul menjadi wanita karier dan bukan hanya mengurusi anak, dapur dan masak saja. Hal ini terbukti dari iklan-iklan di televisi yang menampilkan ayah sebagai pengganti ibu yang menemani anak menyikat gigi atau mencuci pakaian.
  2. Perempuan lebih mandiri. Banyak perempuan-perempuan yang mampu menjadi pemimpin walaupun masih diragukan kemampuannya oleh publik. Hal ini terlihat dengan kemampuan Sri Mulyani yang dulu menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Megawati yang pernah menjabat sebagai presiden RI.
  3. Perempuan lebih educated dan sukses. Citra perempuan yang seperti ini kebanyakan dibangun oleh iklan-iklan yang menampilkan peran wanita berkarier yang cerdas dan juga berhasil dalam pekerjaannya.
  4. Peran aktif perempuan dalam dunia sosial dan politik seperti pemimpin-penmimpin politik misalnya.
  5. Menjadi duta negara dalam ajang Putri Indonesia, Miss Universe, Miss Indonesia dan lain-lain.
  6. Perempuan masa kini berani mengungkapkan pendapat tentang kehidupan pribadi dan seksnya.
  7. Kesan perempuan yang feminin, anggun dan cantik dalam berbagai media.
  8. Perempuan terlihat lebih komunikatif. Hal ini dikarenakan masa kecil perempuan yang sering diajak bicara oleh orangtuanya, dibandingkan anak laki-laki. 
  9. Perempuan menjadi motivator dengan cerita-cerita yang menginspirasi banyak orang mengenai perjuangan hidupnya.
  10. Perempuan terlihat serba bisa karena keberadaannya yang "menjamur" di media-media.
Namun, selain citra positif yang ditimbulkan oleh media, perempuan juga cenderung diterpa citra negatif yang semakin dirasakan perempuan sekarang ini.


Perempuan dan ekspos sensualitas
  1. Perempuan menjadi korban ekspos sensualitas melalui iklan maupun film. Hal ini dikarenakan sensualitas wanita menarik mata lawan jenis dan dianggap dapat menghasilkan keuntungan bagi media.
  2. Bias jender dalam pemberitaan kekerasan seksual dimana wakita yang menjadi korban seringkali disalahkan karena kelemahannya.
  3. Perempuan dimanfaatkan sebagai obyek pemanis dalam iklan. Setiap iklan sebagian besar selalu melibatkan peran perempuan.
  4. Terjebak dalam konsumerisme. Perempuan senang terpancing dengan kata-kata SALE.
  5. Penghasilan perempuan lebih besar dari pasangannya dapat menimbulkan kesan meremehkan pasangan dan perceraian.
  6. Masih dibatasi aktivitasnya dengan berbagai larangan seperti tidak boleh pulang dan keluar di malam hari.
  7. Perempuan dianggap belum mampu menjadi pembuat keputusan.
  8. Obyek yang menjual dan menarik.
  9. Kebebasan perempuan sering disalah persepsikan menjadi negatif.
  10. Diskriminasi perawan dan perjaka.
  Kesimpulannya, fenomena positif dan negatif ini sudah terjadi melalui media dan bertumbuh di masyarakat kita. Apalagi citra perempuan yang dibentuk oleh industri periklanan seakan sulit untuk diubah mengingat faktor bisnis dan keuntungannya. 
  Sebagai mahasiswi Ilmu Komunikasi yang nantinya akan berkecimpung di dunia jurnalistik, saya ingin berperan untuk mengikis citra negatif tentang perempuan yang sudah telanjur dibentuk oleh media. Cita-cita saya ingin membuat suatu tayangan feature khusus perempuan. Dalam tayangan itu akan mengupas stereotype, bias jender dan diskriminasi yang telanjur melekat pada perempuan. Harapannya melalui tayangan itu akan membuka mata publik sehingga mau mengubah pandangannya akan perempuan menjadi lebih baik lagi.

Sumber : 
Kelas Kapita Selekta oleh Ibu Hanny Wirawan, Dekan Fakultas Psikologi UNTAR
Rabu 7 September 2011


Sumber gambar :
vi.sualize.us