Saturday, October 8, 2011

Sosial Media di Indonesia

  Siapa diantara kita yang tidak memiliki account pribadi di Facebook dan Twitter? Mungkin hanya beberapa saja yang tidak mengenal 2 social media yang kini tengah hadir di masyarakat. Namun sebelum membahas lebih lanjut mengenai social media, ada baiknya kita menengok ke belakang untuk melihat sejarah media di Tanah Air.
Social Media semakin berkembang

  Media massa di Indonesia mengalami 2 zaman yang saling bertolak belakang. Sebelum masa reformasi, media massa cenderung terbatas dan "takut-takut" dalam memberikan informasi. Apalagi masyarakatpun tidak ada yang leluasa untuk menyuarakan pendapatnya seperti mengkritik pemerintah. Namun setelah Orde Baru berakhir, mediadi Indonesia semakin berkembang sangat pesat. Pernah tercatat ada 11.000 media bermunculan seiring dengan kebebasan berpendapat yang melekat dalam setiap individu. Namun, persaingan ketat membuat hanya ada 5000-6000 media saja yang bertahan.

  Teknologi semakin berkembang tiap tahunnya membuat banyak media mulai merambah ke dunia maya. Hal ini ditandai dengan berkembangnya website 2.0 dimana kita dapat berinteraksi dan memberikan feedback langsung di dalam website tersebut, misalnya seperti Youtube, blog, Facebook dan Twitter. 

  Social media merupakan suatu hal yang penting, karena mendukung kebebasan berkespresi serta membantu penyebaran informasi secara lebih cepat dan mudah. Hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang "terhisap" dalam social media seperti Twitter dan Facebook, membuat semakin cepat dan mudah pula penyampaian suatu berita, kejadian atau peristiwa.

Setiap hal memiliki sisi positif dan negatif, begitu juga dengan perkembangan social media. Setiap informasi yang ada di social media hendaknya kita verifikasi dengan mengecek kebenaran dari informasi yang tertulis di dalamnya. Peran kita sebagai penerima pesan harus aktif dan cerdas dalam menyikapi fenomena sosial ini.

Sumber :

Kelas Kapita Selekta oleh Diah Ayu Sandra Ningrum, Jurnalis Majalah Tempo
Rabu, 6 Oktober 2011

Sumber gambar :vi.sualize.us

Tuesday, October 4, 2011

Budaya Massa dan Populer

Media massa bisa membentuk budaya populer
  Apa yang ada di pikiran kita semua mengenai produk Apple,  kacamata berbingkai besar, celana skinny atau baju bermerek seperti Zara? Mungkin sebagian besar orang akan merasa gaya dan trendy jika menggunakan ataupun membawa barang-barang di atas ketika bepergian ke luar rumah.


  Coba kita bandingkan antara baju biasa yang bisa dibeli di kaki lima dengan baju bermerek seperti Zara. Padahal modelnya hampir sama, namun mereknya berbeda, sehingga kita merasa "berbeda" pula  jika memakai produk Zara. Hal inilah yang dinamakan budaya populer, yaitu ketika budaya massa dibumbui oleh aspek-aspek yang mendukung lewat komunikasi massa. Aspek-aspek yang menjadi bumbu itu bisa berupa pengemasan melalui iklan, artis atau public figure yang menggunakan produk itu dan sebagainya. Seringkali kita seperti dihipnotis media karena tidak menyadari hal-hal semacam ini.


  Komunikasi massa merupakan proses penyampaian pesan yang dilakukan melalui media massa. Media massa terdiri dari cetak dan elektronik yang mana memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan mempersuasi khalayaknya dengan cara-cara yang kreatif. Daya jangkau yang luas juga menjadi keunggulan dari media massa. Maka tidak heran jika beberapa komunikan media massa menjadi terpengaruh dan setuju akan pesan yang disampaikan oleh komunikator massa melalui media.


Pada dasarnya ada tiga tahap perkembangan media massa, yakni sebagai berikut:

1. Tahap Elit yaitu  tahap dimana media massa belum berkembang dan tidak ada budaya massa yang terbentuk.

2. Tahap Populer yaitu tahap dimanabudaya massa telah terbentuk.

3. Tahap Spesialisasi yaitu  tahap dimana media mulai menyadari keinginan audiens dan melakukan spesialisasi terhadap produknya/isi tayangannya.



  Budaya massa dan budaya populer sangat mempengaruhi masyarakat khususnya Indonesia. Kini remaja merasa gaul jika menggunakan Blackberry atau para pengusaha akan merasa elegan jika menggunakan I Pad. Belum lagi pengaruh band-band korea (Hallyu wave) yang merasuk ke Indonesia hingga mempengaruhi industri musik hingga cara berpakaian masyarakat Indonesia. Untuk itu kita harus memiliki Media Literacy agar bisa memfilter budaya-budaya yang sedang dibentuk oleh media dengan tujuan ekonomi dibelakangnya.


Sumber:



Kelas Kapita Selekta oleh Aminah Swarnawati, Dosen Ilmu Komunikasi
Rabu, 28 September 2011

Sumber gambar : vi.sualize.us